Sebenarnya matahari senja yang terlihat dari tempat aku duduk sangat mempesona mata. Bagaimana tidak, matahari yang hendak terbenam itu menampilkan gradasi warna yang indah antara merah, kuning, dan ke-orange-orange-an. Namun, aku tak bisa menikmatinya dengan tenang sore ini. Segelas capuccino kesukaanku yang ada dihadapanku pun tak bisa kuminum, hanya kuaduk-aduk saja dengan rasa kesal yang memenuhi relung hati. Ya, siapa yang tak kesal jika kita disuruh menunggu selama hampir lebih 90 menit tanpa kabar dari orang yang sudah membuat janji dengan kita. Itulah yang aku sesalkan sekarang. Cowo yang bernama William itu telah membuat aku menunggu sekian lama dari waktu yang disepakati untuk bertemu. Semalam, katanya ada yang ingin dibicarain denganku, maka jam 4 sore ia mengajak ketemuan. Secara, William adalah cowo yang kusuka, aku datang on-time hari ini. Tapi, nyatanya ia malah mengingkari janjinya sendiri. Huh! Cowo memang seenaknya. Pikirku. Kemudian aku membayar capuccino yang aku pesan, dan beranjak pulang. Saat aku sedang menunggu taksi yang lewat, sebuah mobil berhenti dihadapanku. Kaca mobil terbuka, dan terlihat siapa yang ada di dalamnya. William!
“ Hei, tempat janjiannya kan bukan disini? Kamu mau kemana? “ tanya William polos seperti tak mengerti kedongkolanku, aku pun menjadi geram sehingga aku bersikap cuek padanya. Ia tetap mengajakku bicara, aku tetap berlaku acuh padanya. Biar saja, biar dia tahu kalo aku marah. William turun dari mobil, dan mengajakku duduk dan bicara, namun aku menolak.
“ Baiklah, aku nyerah. Kuakui, aku emang membuatmu nunggu. Tapi, ini semua ada sebabnya. Dan sebabnya, karena aku sedang mempersiapkan sesuatu buat kamu. Sekarang, kamu ikut aku. Kamu harus melihatnya “ William menggandeng tanganku, mengajak pergi
“ Lepas! Enak ya, setelah bikin aku nunggu sampe lumutan gini, sekarang malah ngajak pergi.. Pokoknya aku nggak mau!! “ ucapku melepaskan gandengan tangannya
“ Tapi, ini semua kan buat kamu. Spesial buat kamu. Ayolah, aku mohon, pergi bareng aku “ pinta William memelas
“ Masa bodo!! Aku akan lihat itu, tapi kalo kamu udah bisa belajar untuk lebih menghargai aku. Dengan nggak bikin aku nunggu seperti ini!! “ omelku
“ Maaf. Aku janji, nggak akan kuulangi lagi “ ujar William sambil menggenggam tanganku. Aku melepaskannya. Kebetulan taksi lewat, dan aku bisa segera menghilang dari hadapan William. Betapa kesalnya aku pada William. Kuakui, memang aku suka, mungkin tepatnya jatuh cinta dengan William, namun kini rasa itu berubah jadi ilfil terhadapnya. Dulu aku kira William orangnya baik, memang awalnya dia menunjukkan sikap baiknya padaku. Namun ternyata, baik itu hanya di awal saja. Aku melihat William berlari mengejar taksi yang kunaiki sambil memanggil-manggil namaku. Namun aku tetap tak bergeming, justru aku menyuruh sopir taksi itu berjalan cepat hingga tak lama kemudian William sudah tak terlihat mengejar lagi. Sebenarnya sayang memperlakukan itu kepada William, tapi ini semua karena kesalahannya sendiri. Aku sudah sering bilang padanya bahwa hal yang paling kubenci adalah menunggu. Tapi, dia selalu membuatku menunggu. Kali ini aku memutuskan untuk tidak memberinya maaf, sampai dia bener-bener tulus minta maaf dan tak lagi mengulang kesalahan yang sama.
Saat aku sedang didalam taksi, Bella-salah satu teman baikku menelpon. Dari suaranya, aku dapat menebak kalo ia sedang kesal sama sepertiku. Dia menelponku karena ada yang ingin ia ceritakan ke aku. Namun, aku mencegahnya. Suasana hatiku sendiri saja lagi nggak baik, jadi mana mungkin bisa aku mendengarkan cerita orang lain. Maka kusuruh Bella agar ia menghubungi Anne-teman baikku dan Bella yang lain. Bella pun mengerti alasanku. Aku benar-benar lagi malas bicara pada semua orang saat ini. Hatiku sedang kacau malam ini, dan ini semua cuma disebabkan satu orang. William!
Keesokan harinya, aku berangkat kuliah sendiri. Biasanya William yang mengantar-jemputku. Namun, semalam aku menolak tawarannya. William menghampiriku dikelasku, namun aku terang-terangan menghindarinya. Aku malah keluar kelas bersama teman-temanku.
“ Kamu lagi ada masalah sama William? “ tanya Anne padaku sambil berjalan menuju tempat biasa kita nongkrong seusai kelas
“ Ya gitu deh.. Lagi sebel sama dia “ jawabku santai sambil mengotak-atik HP
“ Itu alasannya, kemaren nggak mau dengerin curhatku?! “ sambung Bella
“ Bellaa, bukannya nggak mau.. Suasana hatiku aja lagi nggak nentu, mana bisa aku dengerin curhatanmu.. “ bantahku. Aku dan Bella pun nggak ada yang mau mengalah. Hingga kami sempat beradu mulut.
“ Sudah.. Sudah.. Intinya kalian tuh sama.. Sama-sama sebel karena merasa dipermainin sama cowo kan?! “ Anne menengahi aku dan Bella. Aku mengangguk mantap, begitu dengan Bella.
“ Aku punya ide. Ini ide bisa bikin mereka jera udah mainin kalian seperti ini. Mau ikutin ide ini? “ tawar Anne setengah berbisik pada kami
“ Apa? “ tanyaku
“ Tapi, kalian harus baikan dulu sama cowo-cowo itu.. Deal ?! “ saran Anne menatap aku dan Bella
“ Whaatt ?! Big no for it !! “ ucapku dan diiyain oleh Bella
“ Janet, temaku kali ini adalah girl power. Dan ini cuma bisa terlaksana setelah kalian baikan dulu sama mereka “ ucap Anne meyakinkanku, tapi saat ini aku masih dengan keputusanku, nggak akan baikan sebelum William bener-bener minta maaf padaku.
“ Bella... “ Anne mencoba meluluhkan hati keras Bella. Sebelum menjawab pertanyaan kesanggupan dari Anne, Bella melirikku seolah ingin aku yang menjawab dulu.
“ Oke. Aku akan baikan sama David. Akan semakin bagus kalo taktik ini segera dilaksanain “ jawab Bella. Aku melongo mendengar jawaban Bella. Disaat yang bersamaan, David menghampiri kita. Memanggil Bella untuk bicara empat mata. Bella mengikuti David pergi menjauh dari aku dan Anne.
Sementara itu, Anne masih terus membujukku agar aku bisa menerima ide yang telah ia pikirkan. Aku tau maksud Anne baik untuk membantuku. Tapi, kalo untukku baikan sama William, yang udah seenaknya, sepertinya aku harus mikir seribu kali selama 7 hari berturut-turut. Tak lama setelah itu, jam kuliah tiba. Aku memasuki kelasku. Kuliah siang ini, aku nggak bersama Anne dan Bella, mereka berbeda kelas denganku. Selama kuliah, aku sama sekali nggak bisa fokus dengan pelajaran yang ada dikelas. Pikiranku melayang memikirkan William dan rencana Anne yang menyuruhku berbaikan dengan William. Aku bener-bener nggak bisa menebak apa yang dipikirkan Anne. Dan nggak tau apakah bisa berbaikan dengan William atau nggak.
“ Kamu kenapa? “ tanya Joshua atau yang akrab disapa Joe, temen sekelasku sekaligus temen dekat William, setelah melihat aku menghela nafas panjang
“ Eh, nggak apa-apa kok “ jawabku canggung
“ Serius?! Aku tau lho, apa yang terjadi sama kamu dan William “ ujar Joe
“ Dia cerita?! “ tanyaku memastikan maksud ucapannya
“ Jelaslah. Aku sama dia udah seperti sodara sendiri. Jadi, kalo dia ada apa-apa, sering cerita ke aku “ terang Joe,
“ Oh “ jawabku santai
“ Kalo menurut aku, mendingan kamu baikan deh sama dia. Kasian dia, sejak kamu diemin dia, dia jadi nggak semangat apapun “ ucap Joe sembari melanjutkan menyatatnya
“ Apa hubungannya? “ tanyaku
“ Kamu nggak ngerasa, William suka sama kamu “ ujar Joe. Perkataan Joe barusan bagaikan petir yang menyambarku disiang bolong. Aku nggak akan percaya seandainya yang mengatakan itu bukan temen baik William. Dan kata-kata itu pula yang terus menerus terngiang dibenakku. Setelah aku tau semua akan terbalas, aku memutuskan memaafkan William dan menerima ide Anne. Anne senang mendengarnya ketika aku menelponnya untuk memberitahu keputusanku itu.
Malam harinya, aku meminta William menemuiku ditempat dulu ia mengingkari janjinya padaku. Kali ini ia datang tepat waktu. Bahkan saat aku tiba disana, William sudah ada. Aku langsung mengutarakan maksudku kalo aku sudah memaafkannya. William berterimakasih akan hal itu. Kemudian ia memberiku sebuah kotak yang terbungkus kertas kado warna ungu-warna kesukaanku. Aku membukanya. Di dalamnya ada sebuah kotak kaca yang berisi sepasang keong. William menjelaskan maksudnya sebelum aku menanyakan soal keong itu.
“ Keong itu ada sepasang. Aku mau kamu menjaganya, seperti aku yang menjaga cinta kita “ ucap William
“ Apa ini ... “ aku menanyakan apakah ia sedang menyatakan perasaannya
“ Mungkin selama ini aku nggak pernah nunjukkin rasa itu ke kamu. Tapi, hati memang nggak bisa bohong, kamu memang spesial buat aku. Sebenarnya kemarin aku telat, karena aku mencari sepasang keong itu dulu. Tapi susah mendapatkannya. Saat aku mau memperlihatkan ke kamu, kamu udah terlanjur marah “ terang Willliam. Aku sedikit tersentuh mendengar penjelasannya itu. Demi aku, dia mau bersusah mencari sepasang hewan yang lucu itu.
“ Well, aku hargai semua usahamu itu. Aku juga akan jaga keong-keong ini. But, I’m so sorry. I can’t answer it now. I need a time and your seriousm “ ujarku
“ Allright, I’ll wait for it. As long as possible “ balas William tersenyum. Senyumannya selalu membuatku teduh. William mendekat padaku dan mendaratkan kecupan dikeningku sebagai rasa sayangnya. Aku merasa nyaman saat itu. Aku dan William menghabiskan malam itu berdua. Kita duduk berdua menghadap ke arah pantai dan berbicara berdua. Rasanya aku tak ingin melepaskan malam itu.
Keesokan harinya. Aku dan William sudah berangkat ke kampus bersama kembali. Kita pun jadi semakin dekat, nggak menjaga jarak lagi. Anne senang melihat kita berbaikan. Karena itu berarti, dia bisa membagikan rencananya dalam rangka memberi pelajaran kepada kaum adam tersebut. Semalam Anne telah lebih dulu memberitahu rencananya kepada Bella. Bella menyetujuinya dan mau mengikutinya. Rencananya benar-benar bisa membuat cowo sadar bahwa cewe-cewe itu nggak bisa dipermainkan dengan seenaknya. Aku pun jadi ikut menyetujuinya. Sekalian aku ingin mengetes kesungguhan William sebelum aku menerimanya. Dan aku juga meminta Anne ikut melaksanakan idenya terhadap Bryan-pacarnya. Anne merasa tidak keberatan. Ia juga ingin memberi pelajaran kepada Bryan yang telah menggantungkan hubungan mereka selama hampir tiga bulan ini.
Aku, Bella, dan Anne melewati William dan teman-temannya. William melempar senyum manisnya padaku dan aku membalasnya. Kemudian William menawariku untuk pulang bareng. Sebelum menjawab tawaran William, aku menoleh pada dua sahabatku dan mereka memberi isyarat, inilah saat ini kita beraksi. Aku pun menolak tawaran William dengan dalih aku ingin jalan bersama teman-temanku. Untuk saat itu, William dapat menerimanya, walapun kekecawaan nampak diwajahnya. Aku, Bella, dan Anne berlalu dari hadapan William dan kawan-kawan. Apa yang kulakukan pada William, tentunya juga dilakukan oleh Bella terhadap David. Bahkan, Bella secara terang-terangan meminta David agar selama beberapa hari kedepan tidak perlu sering-sering bertemu dan bersama. David sempat tak terima dengan keputusan Bella. Namun, Bella meyakinkan David kalo ini untuk kebaikan mereka. Bella berargumen, ia takut bosan kalo mereka keseringan bersama. Akhirnya David menyerah dengan keinginan Bella. Karena sepertinya David tak ingin berdiam-diam-an dengan Bella kembali. Bella tersenyum puas dengan melunaknya David terhadap dirinya. Kita pun tertawa seolah telah sedikit menang. Hanya Anne yang belum beraksi. Karena Bryan sedang berada diluar kota, untuk mengurus perusahaan milik keluarganya. Namun, Anne tetap berjanji tak akan melanggar kesepakatannya sendiri. Aku dan Bella dapat mempercayai itu.
Selama kurang lebih seminggu, kita mendiamkan para cowo. Sedikit demi sedikit para lelaki berusaha mencari tahu apa sebab kita mendiamkan mereka. Mulai David, kemudian William, dan yang terakhir Bryan. Ketiganya merasa tidak tahan harus menjauh dari para gadis. Sedangkan kita hanya santai menanggapi kelinglungan mereka. Sampai aku mendengar William meminta Joe untuk membantunya untuk mencari tahu sikapku terhadapnya.
“ Tolong aku lah.. Masa baru baikan sehari, dia langsung cuek seminggu.. “ keluh William kepada Joe. Aku yang sedang menguping pembicaraan mereka, tersenyum geli mendengar keluh kesah William.
“ Yaa.. Terus, aku bisa apa? Ini kan masalah kamu. “ jawab Joe. Aku makin ingin tertawa mendengar jawaban Joe yang begitu santai itu.
“ Gini deh. Kalo kamu bisa tau apa bikin Janet berubah, aku bakal traktir kamu sepuasnya di kantin. Gimana?! “ bujuk William
“ Ceritanya mau nyuap nih?!! Sorry, yang namanya Joe pantang disuap “ sindir Joe sambil melirik William yang memasang wajah memelas pada Joe
“ Jangan pasang muka gitu dong.. Nggak enak liatnya tauu!! “ protes Joe
“ Makanya bantuin.. Yaa yaa.. “ paksa William.
Aku memutuskan untuk melewati mereka. Dengan rasa seolah tak mendengar apapun. Aku sempat melirik ke arah William sebentar, dan sepertinya ia sedikit terkejut dengan kemunculan yang tiba-tiba. Namun aku tak menyapa mereka. Aku tetap berjalan cuek, seperti tak ada siapa pun. Saat sedang berkumpul bersama Anne dan Bella, kuceritakan apa yang kudengar tadi. Mereka pun ikut tertawa geli mendengarnya.
“ Kalo William masih sewajarnya.. Sedangkan, David udah diatas normal ketika dia mau tau tentang aku “ ujar Bella
“ Gimana reaksinya? “ tanya Anne penasaran sambil menopang dagu dengan tangannya diatas lutut
“ Karena aku nggak pernah bales SMS ato angkat teleponnya, dia pernah ninggalin mailbox yang katanya kalo aku nggak mau nemuin dia, dia nggak mau kenal aku lagi “ cerita Bella
“ Masa sih dia segitunyaa?!! Rasanya nggak mungkin deh.. Dia kan cinta mati banget sama kamu.. “ sahut Anne sambil menahan gelak tawa,
“ Tapi, Bryan juga ngancam yang kurang lebih sama seperti David. Dia bilang, kalo aku masih diemin dia, dia bakal balik ke Manado dan nggak akan kesini lagi.. “ lanjut Anne.
Saat sedang asyik bercanda sambil membahas para cowo, aku tidak tersadar ternyata William mendengar perbincangan kami. Aku sangat terkejut ketika William tiba-tiba menimbrungi pembicaraan kami. Dari sikapnya saat itu, aku tau William terlihat kecewa. Dengan mimik emosi, William mengancam akan memberitahu David tentang ini. Namun aku dan Bella tidak perduli dengan perkataannya. Aku merasa William tidak serius dnegan ucapannya. Kami pun berlalu dari hadapan William.
“ Coba saja kalo kamu berani bilang ini ke semuanya. Kalian bakal tau siapa kita “ bisikku pada William sebelum meninggalkannya sendiri.
Sambil berjalan, aku sempat melirik ke arahnya. Aku melihat William memperhatikan kami dengan tatapan rasa penasaran dan sendu. Itu yang kulihat dari matanya. Aku hanya ingin tau, apa ia benar-benar mengatakan semua pada David. Secara, mereka juga tak terlalu dekat. Aku kira, dia hanya bercanda. Tapi ternyata, ia benar-benar mengatakan hal itu. Aku mengetahui ini bukan dari David saja, tetapi Joe juga mengatakan hal yang sama padaku. Aku sungguh terkejut. Kalo ia hanya mengatakannya pada David, it’s okay. Secara, David juga terlibat dalam sandiwara ini. Tapi, Joe tidak terlibat. Kenapa ia harus tau juga. William dan David sama-sama menjadi marah pada aku dan Bella. Ini diluar prediksiku dan Bella. Sementara Anne masih terus melanjutkan aksinya kepada Bryan. Kami makin bingung mencari solusi. Situasi ini membuatku tak enak hati pada William. Aku pernah mengutarakan ini pada Anne dan Bella dan mengajak mereka untuk mensudahi aksi kita ini. Namun Bella menolak mentah-mentah usulku. Ia merasa masih ingin memberi pelajaran pada David karena terlalu sering mendiamkan dia tanpa sebab. Anne juga menguatkan kemauan Bella. Yang itu artinya, mau tidak mau aku masih harus melakukan ini lagi.
Suatu malam yang indah dengan bintang-bintang dilangit. Aku sedang berjalan-jalan di taman perumahan sambil terus memikirkan aksi girl power dan William.Yang dulu aku takutin kini benar-benar terjadi. Aku merasa kini William menjauh dariku karena persoalan ini. Tapi aku juga nggak bisa mengkhianati perjanjianku dengan kedua sahabatku. Aku jadi semakin bingung dengan apa yang harus kulakukan.
“ Hei “ sapa seseorang dari depanku saat aku sedang menunduk. Aku mengangkat kepalaku dan melihat siapa yang ada didepanku. Itu William. Aku langsung melempar pandanganku ke tempat lain dan terus berjalan. Tiba-tiba dari belakang William memelukku, seolah ia tak ingin aku pergi.
“ Please, batalin segala aksi kalian. Aku mohon. Aku nggak bisa tanpa ada kamu “ ucap William perlahan,
“ Nggak bisa, Will.. Perjanjian ini, perjanjian antara kaum cewe. Aku nggak bisa mengkhianatinya “ ujarku tanpa menoleh sedikitpun pada William
“ Meskipun kamu harus menyakiti hatimu sendiri?! “ pertanyaan William itu membuatku tak berkutik. Memang ini membuatku batinku tersiksa. Tapi, sebelum ini hatiku memang sudah tersakiti karena dia. Dia – William, yang selalu menggantungku.
“ Ini nggak bikin aku sakit. Justru kulakukan ini, karena kamu juga “ ujarku dingin. William melepaskan pelukannya. Aku berbalik menghadap dia.
“ Apa aku pernah bikin salah sama kamu, sehingga ini balasan darimu? “ tanya William sambil menunduk sedih
“ Lebih baik kamu cari tahu sendiri jawaban itu “ ucapku menatap matanya dalam. Kemudian aku berjalan melewati dia. William sempat menyetop langkahku dengan menggenggam tanganku, namun aku segera melepaskan tangannya. Tanpa kusadari, saat aku melakukan itu, airmataku jatuh. Aku menangis. Aku menjadi takut kehilangannya. Sosok yang jarang kutemukan dalam diri cowo lain.
( backsound: Tak Mau Kehilangan, by: Mytha )
Aku tak bisa tidur hanya karena memikirkan William. Ini konyol bagiku. Tapi kenapa aku nggak bisa menghapus semua bayangan tentang William. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Anne meneleponku. Ia bercerita tentang Bryan. Dan ternyata keinginannya sama denganku, ingin segera menyudahi semua sandiwara ini. Anne juga merasa tak sanggup hidup tanpa Bryan. Aku berpikir semakin membuka peluang untuk segera mengakhiri sandiwara ini. Buat apa dilanjutin, toh yang diperuntukkan juga sudah tau. Tapi sepertinya, Bella masih belum mau menyudahinya.
Keesokan paginya. Aku dan Anne sama-sama memutuskan tidak berangkat kuliah. Kita memilih untuk membahas masalah yang sedang kita hadapi saat ini. Bella pun jadi ikut tidak kuliah.
“ Dari awal aku emang ragu buat jalanin ini. Sekarang aku mau ini semua kita selesein aja. Jujur, ternyata aku memang nggak bisa jauh dari dia “ ucapku saat memulai membahas
“ Nggak bisa gitu, Janet.. Kita kan udah setengah jalan. Masa mau dihentiin.. “ ujar Bella menolak
“ Kalo gitu, kamu lanjutin aja sendiri. Yang jelas, aku dan Anne udah sepakat buat berhenti sekarang. Kita nggak mau ngelanjutin ini “ ucapku tegas
“ Anne.. Ini kan ide kamu.. “ ujar Bella sedikit pada Anne
“ Maaf, Bella.. Bener kata Janet, kita memang nggak bisa hidup tanpa cowo. Kapan dan dimanapun kita pasti akan butuh mereka. “ terang Anne
“ Nggak!! Kalo kalian mau baikan, silahkan.. Tapi aku tetap akan nerusin ini, walaupun sendiri.. “ ucap Bella keras kepala
“ Kalian nggak pernah tau rasanya selalu dibohongi sama cowo gimana.. Sementara aku, David selalu bohongin aku.. Cape rasanya nanggapin dia.. “ ujar Bella terlihat sedikit sedih. Anne merangkul Bella
“ Karena kita tau rasanya makanya kita cukupin saja sampai disini. Apa ini bukan sama aja kita bohongin mereka?! “ ujar Anne menasihati Bella
“ Nggak!! Ini nggak sama!! Pokoknya jangan paksa aku untuk menyudahi ini semua.. Sampai David mengakui semua salahnya padaku.. “ Bella menegaskan kemauannya. Aku dan Anne tidak berani memaksanya. Saat ini emosinya sedang labil, kalo kita memaksa terlalu keras, ujung-ujungnya kita bertiga malah bisa berantem. Hal itulah yang nggak kita inginkan dalam misi ini.
Akhirnya, aku dan Anne tetap memutuskan mengakhiri ini semua. Meskipun kita memang masih ingin seperti ini, namun rasa takut kehilangan orang yang begitu spesial bagi kita terlalu besar. Sehingga rasa sayang ini dapat meruntuhkan tembok keras yang ada dihati masing-maisng. Saat kuceritakan hal ini kepada Joe, ia menyetujuinya. Bahkan kalo dibutuhkan, ia siap membantuku. Joe juga mengatakan, William tak pernah benar-benar marah atau benci padaku.
“ Kalo dia marah atau nggak mau bicara sama kamu, itu artinya dia gengsi untuk mengakui semua ketidakmammpuannya membenci kamu “ ujar Joe suatu saat
“ Terus aku harus gimana? “ tanyaku penuh keraguan
“ Terus aja baik-baikin dia. Lama-lama juga luluh sendiri. Tapi. Setelah itu jangan menjauh lagi “ ucap Joe santai
“ Sampai kapan? “ tanyaku lagi
“ Sampai saatnya datang “ jawab Joe santai. Tak beberapa lama kemudian, Joe beranjak menghampiri teman-temannya yang lain. Semua ucapan dan nasihat Joe barusan aku telaah baik-baik. Aku tau maksudnya menyuruhku menunggu seperti itu. Agar aku dan William dapat bersatu? Namun yang membuatku ragu adalah mampukah aku menjalani sesuatu yang baru? Sesuatu yang belum lagi aku jalani sejak aku kehilangan orang yang kucintai dulu.
Pada sore harinya. Aku mengajak William bertemu. Aku ingin meminta maaf atas semua sikapku pada dia belakangan ini. Biar bagaimanapun, William tetap menjadi sosok orang yang kukagumi. Walaupun aku belum menerima ataupun menjawab pernyataan cintanya, aku tak mau kehilangan dia hanya karena persoalan tersebut. Benar kata Joe, William nggak dapat jauh dariku. Meski awalnya William sempat baerpura-pura tak mau memaafkanku, namun pada akhirnya ia mau menerima permintaan maafku. Aku senang mendengarnya.
“ Eitt, tapi maaf ini nggak gratis loh “ ujar William tiba-tiba yang membuatku terkejut dengan apa yang ia maksud. Ia tertawa kecil seolah seneng melihatku dalam posisi kebingungan
“ Maksudnya, kamu harus jawab pernyataan yang waktu itu “ lanjutnya
“ Hah?! Emang aku belum jawab ya? Dan emang aku masih harus jawab? “ tanyaku menggodanya. Candaanku kali ini nggak dibalas dengan candaan juga. Biasanya dialah yang paling suka membuatku tertawa dengan segala banyolannya. Namun, kali ini dia serius dengan pertanyaannya. Ia menatap mataku dalam. Jujur, saat itu aku tak bisa berkutik dihadapannya. William benar-benar ingin aku menjawab pernyataan waktu itu. Ia menggengam erat tanganku.
“ Well, kalo aku memang harus jawab sekarang.. Allright, I’ll answer it now “ ucapku. Sebuah senyuman kepuasaan tersungging dari bibir William. Ia memasang mimik siap mendengar jawabanku. Aku menghela nafas panjang sebelum memulai.
“ Aku mau.. “ ucapku perlahan
“ Hah? Apa? Can you repeat it once again? I want sure my ears “ ujar William tak percaya
“ Nggak ada yang perlu diulang. Itu semua benar kok. Aku terima kamu. Karena sudah cukup aku ngasi kamu tes. Kamu bisa ngelewatinya tanpa marah padaku “ ucapku menerangkan
“ Thank you, dear “ ujarnya sambil memelukku, “ Aku janji, aku akan selalu bikin kamu bahagia. Nggak akan ada yang bisa bikin kamu sakit lagi “ janjinya
“ Aku nggak perlu janji. Aku cuma mau kamu buktiin semua “ ujarku padanya. William mengangguk menyanggupi permintaanku. Aku dan dia bertatapan cukup lama. Kemudian, kita saling berbagi perasaan.
“ Will .. “ ucapku pelan sesaat setelah suasana hening sejenak
“ Ya?! “ tanyanya sambil menyeruput minumannya
“ Aku bisa minta bantuanmu? “ tanyaku lagi
“Tentu. Anything for you “ jawab William, “ Ada apa? Ada sesuatu yang bikin kamu bingung? Lanjutnya. Sebenarnya aku masih ragu untuk meminta bantuannya. Namun, aku nggak tau harus minta tolong ke siapa lagi. Aku meminta William untuk membujuk David agar ia mau meminta maaf dan menyadari semua kesalahannya pada Bella. Aku menambahkan, hanya itu satu-satunya cara yang tersisa untuk mengakhiri sandiwara ini.
“ Makanya, lain kali kalo mau bertindak dipikir dulu akibat jangka panjangnya. Jangan asal ambil keputusan. Sekarang jadi berantakan gini kan?! “ nasihat William. Aku hanya mengiyakan perkataannya. Tanpa membalas kata-katanya. Aku sengaja mengalah karena aku tak mau terlibat adu mulut lagi dengan dia yang bisa berakibat fatal buat hubungan kami yang baru ini. Setelah puas William menceramahiku, akhirnya ia mau membantuku. Rasanya beban ini sedikit berkurang.
Anne menelponku. Ia memberitahuku bahwa ia juga sudah berbaikan dengan Bryan. Dari suaranya Anne terdengar sedang bahagia. Saat kutanyakan penyebabnya. Ia mengatakan kalo Bryan sedang ada di Jakarta. Aku pun langsung terlintas untuk membuat suasana jernih seperti dahulu kala, khususnya untuk mendamaikan Bella dan David, serta membuat mereka akur kembali. Aku menyuruh Anne datang ke kafe Sweety bersama Bryan jam 8 malam ini.
“ Halo “ sapa seseorang setelah aku menyudahi percakapanku dengan Anne
“ Iya. Ada apa, Will? “ tanyaku yang sudah mengenali suaranya
“ Aku udah bicara sama David. Dan dia mau minta maaf langsung ke Bella “ William memberi laporan padaku
“ Well.. it’s almost perfect “ batinku senang
“ Janet?! “ tanyanya
“ Eh iyaa.. Kamu bisa bawa David ke kafe sweety jam 8 malam ini? Nanti aku ajak Bella kesana “ pintaku
“ Malam ini? “ pekik William
“ Iya. Nggak masalah kan?! “ ujarku
“ Nggak apa-apa kok.. Cuma kaget aja. Dadakan sih kamu ngajaknya.. sahut William
“ Aku memang mau ketemuan sama Anne jam segitu dan ditempat yang sama. Kita pengen ngomongin semua sama kalian – para cowo “ ujarku. Setelah itu aku menyudahi pembicaraan kita ditelepon. Aku pun segera menghubungi Bella. Memintanya untuk bersiap-siap. Bella sempat bertanya-tanya kemanakah aku mau mengajaknya. Namun, aku tak mungkin mengatakan yang sebenarnya. Jika itu kulakukan, maka kupastikan Bella tak akan mau ikut denganku. Akhirnya aku tak menjawab apapun. Hanya menyuruhnya bersiap dan aku akan menjemputnya satu jam lagi.
Satu setengah jam kemudian. Aku berhasil membawa Bella ketempat yang telah disepakati. Saat aku tiba disana, hanya ada Anne dan Bryan. William dan David belum kelihatan. Kemana mereka? Kenapa belum keliatan juga? Apa William kesulitan membujuk David? Pikirku. Tapi, aku tau William bukan tipe orang yang gampang menyerah. Jadi aku yakin, William pasti bisa membawa David kesini. Setelah menunggu selama kurang lebih setengah jam. Dan Bella mulai terlihat tidak sabar menunggu, akhirnya kedua cowo itu datang juga. Bella sangat terkejut dengan siapa yang datang bersama William itu. Ia sempat akan lari, namun kali ini atas inisiatif David sendiri yang mencegahnya. Aku mengajak William, Anne, dan Bryan menjauh sejenak. Membiarkan keduanya saling bicara. Dari kejauhan aku mengamati mereka berdua. Bella keliatan masih sangat BT terhadap David. Namun, David sepertinya tidak menyerah mendapatkan maaf dari Bella. Aku bisa melihat, sepertinya butuh waktu lama untuk David bisa mendapatkan hati Bella kembali.
“ Janet, aku jadi merasa bersalah.. “ ujar Anne sambil duduk dikursi sampingku
“ Ini semua gara-gara ide konyol aku. Semua jadi ribet kayak gini.. Memang harusnya aku nggak pernah mengeluarkan ide itu “ lanjutnya lagi dengan nada sedih. Aku langsung menenangkannya.
“ Heh, denger.. Ini bukan murni kesalahan kamu.. Ini kesalahan kita semua. Memang kita yang udah kebangetan dalam misi ini. Jadi, kamu jangan merasa bersalah lagi ya.. “ hiburku
“ Tapi, tetep aja.. Kalo ide balas dendam itu nggak pernah terlintas, keadaannya nggak akan kayak gini.. Marahnya Bella ke David nggak akan jadi seperti ini.. Ini semua memang gara-gara aku.. “ ujar Anne makin menjadi-jadi
“ Anne.. Nggak.. Yang kamu lakuin ini bukan berdampak negatif, tapi juga positif.. Khususnya buat aku “ ucapku sambil merangkul Anne dan memberi isyarat pada William dan Bryan agar mendekat
“ Maksud kamu? “ tanya Anne padaku. Aku melirik ke William sebentar, kemudian menanggapi pertanyaan Anne
“ Akan aku jelasin setelah masalah Bella selesai. Biar semua ikut denger “ ucapku
“ Jelasin sekarang aja, Janet.. “ ucap Bella saat menghampiri kami semua bersama David disampingnya
“ Bellaa?! “ pekikku dan Anne berbarengan
“ Kaliaaann, .... “ ucapan William terputus setelah David memotongnya
“ Kita udah baikan. Akhirnya Bella mau denger semua. “ ujar David sumringah sambil merangkul Bella
“ Sekarang, aku mau tau.. Apa yang mau kamu jelasin, Janet? “ tanya Bella menagih kata-kataku. Sebenarnya aku belum siap untuk mengumumkan kalo kini aku telah resmi bersama William. Itu sebabnya aku lama menjawab pertanyaan menagihnya Bella. William berjalan kebelakang kursiku, dan dia mencium pipiku. Sungguh bikin aku kaget. Ini tentu saja mengundang rasa penasaran teman-temanku juga.
“ Kamu lama jawabnya. Itu kan yang mau kamu bilang ke mereka “ ujar William sesaat kemudian. Aku masih terkejut sehingga tidak dapat berkata apa-apa.
“ Anne, itu yang mau bilang. Ide yang kamu bilang konyol itu, ternyata berbuah manis untuk aku. Kalo kamu nggak masang ide itu, mungkin aku nggak akan pernah tau keseriusan William. Semua itu karena ide kamu itu, Anne.. Makasih “ ujarku
“ Bukan cuma Janet, Anne.. Aku juga mau berterimakasih sama kamu. Kalo bukan karena ide kamu, David mungkin nggak akan pernah mau mengakui kesalahannya selama ini “ sahut Bella
“ Maaf ya.. Aku udah bilang ide kamu ini, ide yang kekanak-kanakan. Ternyata kamu bisa bikin mata hati para cowo jadi terbuka. Aku bangga sama kamu, sayang.. “ ucap Bryan sembari memegang tangan Anne. Anne keliatan sangat speechless. Entah apa yang ia rasakan sekarang.
“ Jadi, sekarang kalian udah jadian? “ David meyakinkan sekali lagi tentang aku dan William
“ As you see “ jawab William santai
“ Maaf ya. Kalo aku ngelakuin ini ke kamu. Tapi, ini semua karena aku sayang kamu dan aku nggak mau kehilangan kamu “ ucapku pada William. Kemudian, aku melakukan seperti apa yang ia lakukan padaku. Aku balas mencium pipinya. Dan disambut dengan sindirian dari sahabat-sahabatku beserta pacar-pacarnya. Namun, kini aku tak malu-malu lagi saat mereka menyindir-nyindir aku dan William. Karena saat ini orang yang kusuka sudah ada disampingku.
( backsound: Lebih Dari Indah, by: Nikita Willy )
- F i N -