Read into your languange

Showing posts with label Stephanie Zen. Show all posts
Showing posts with label Stephanie Zen. Show all posts

Monday, February 14, 2022

Quotes From Book - A Week to Forever (by: Stephanie Zen)

Hi, everyone! Welcome to #blogsocialdiary. And, now I'll give you a book reference to read. 
I'll post it in Indonesian, so make sure that you click [ON] your translation tool on your web page. :)

A Week to Forever, a novel to inspire us to be more patient to find our soulmate



Kali ini aku membahas sebuah buku (lebih tepatnya novel) yang membuatku jadi sangat melankolis alias baper sekali ketika selesai membacanya. Bukan cerita tentang anak sekolah yang sibuk memikirkan cinta monyet-nya, melainkan penulis buku ini menunjukkan pada para pembaca bagaimana harusnya kita menjemput jodoh dengan cara baik dan direstui Tuhan Yang Maha Pencipta Segalanya. 

Ketika aku akan menuliskan review untuk buku ini di Goodreads, aku membaca beberapa komentar yang menyebut kalau buku ini sebenarnya bergenre Christian Romance. Yup, karena ini cerita tentang dua anak kristiani yang menjemput jodoh dengan cara tidak memaksa kehendak Tuhan mereka. Akan tetapi, kelihatannya penerbit Gramedia Pustaka Utama menerbitkan ulang buku ini serta memberinya label Metropop, karena tokoh-tokoh dalam novel karya Stephanie Zen ini hidup dilatar perkotaaan metropolitan. Kita bisa sebut si Penulis mengambil setting Jakarta dan negara tetangga, Singapura. Penulis yang pernah bekerja di Singapura ini juga menggambarkan detail sekali setting tempat dinegara itu beserta seluk-beluk kehidupan disana sheingga pembaca pun memiliki pandangan mengenai lingkungan sosial dan religi di Singapura. 




Berikut aku ketik ulang blurb dari novel A Week to Forever yang ditulis oleh Stephanie Zen: 
Amaya Jasmine Koesmoyo tak pernah menduga, satu minggu bisa mengubah seluruh jalan hidupnya. 
Tujuh hari. Seratus lima puluh empat jam. Dan bum! Semua masa depan yang telah Amaya rancang bersama Caleb buyar begitu saja. 
Setelah enam tahun berselang, pertemuannya kembali dengan Dirgantara Hidayat, teman satu gerejanya dulu, ternyata mampu membangkitkan kembali kisah lama diantara mereka, kisah yang dulu diakhiri bahkan sebelum sempat dimulai. 
Dan kini kisah itu menuntut haknya kembali. 
Satu minggu business trip di Singapura. 
Pertemuan tak sengaja dengan Dirga yang berlanjut dengan pertemuan-pertemuan berikutnya, dan semua kenangan di antara mereka mendesak keluar tanpa ampun. 
Beranikah Amaya mempertaruhkan masa depannya demi masa lalu yang belum tuntas? Meninggalkan tunangan yang mencintainya dan rencana pernikahan yang telah disusun begitu rapi hanya demi memberikan kesempatan bagi satu minggu itu untuk menjadi selamanya? 


A Week to Forever (Stephanie Zen) #blogsocialdiary


Satu lagu yang ingin kupersembahkan untuk Dirgantara Hidayat. Karena aku naksir berat sama Dirga, sayangnya, iman kita yang tak sama :)




Dirgantara Hidayat atau yang dipanggil Dirga sepertinya memang sosok lelaki impian banyak kaum hawa. Dia smart, bertanggungjawab, kelihatan good-looking, dan satu yang tak bisa terlewatkan, dia sa ngat religius. Kalau Dirga ada didunia nyata siapa sih yang gak terpikat? Hehehe. 

Nih, aku akan tunjukkan kalau Dirga itu baik dan sholeh banget. Bahkan ketika dia harus dihadapkan pada kesempatan menyaksikan gadis yang disukainya akan menikah dengan orang lain. Boro-boro melakukan hal yang merugikan semua pihak, dia justru mendoakan yang terbaik untuk gadis itu. Wuih, meleleh deh... 






Selama ini Dirga melihat kedua orang tuanya, yang memiliki selisih usia sepuluh tahun, hidup bahagia dan harmonis. Ia berpendapat selebar itulah rentang waktu yang harus ada antara ia dan istrinya kelak suapaya mereka pun seharmonis orangtuanya. (Halaman 135)

Dirga yang masih muda bisa dibilang terlalu polos dengan pikirannya demikian. Ia pun terjebak pada belenggu pikirannya sendiri yang menargetkan pasangannya kelak harus memiliki sepuluh tahun lebih muda darinya. Padahal gadis yang disukai dan bisa mengimbanginya berusia lebih tua daripada Dirga. 


"Selain itu, menikah adalah keputusan yang besar. Bahkan jika aku sudah sangat yakin, I still need to seek God's will, Aya. Dan aku sudah berjanji, aku nggak akan mengambil langkah apa pun sebelum aku mendapat konfirmasi yang solid dari Tuhan. Aku nggak akan berjalan jika Dia tidak bersamaku. Aku nggak akan berusaha mendapatkan hatimu, jika itu hanya untuk disia-siakan. If I am going to win your heart, it only means that I will treasure it." (halaman 146)

Sebenarnya, dahulu Dirga juga seperti kebanyakan anak remaja lelaki sepantarannya. Ia masih memikirkan main dan pacaran dengan seorang cewek ketika ia masih bersekolah. Akan tetapi, sesuatu yang tak mengenakkan menimpanya. Bahkan sesuatu itu datang dari orang atau leader grup yang ia kagumi. Sejak saat itu, Dirga memutuskan untuk tidak lagi menggantungkan harapan pada manusia. Termasuk untuk mendapatkan hati Amaya. 






"... Bahwa pacaran seharusnya nggak untuk main-main, tapi memang bertujuan untuk pernikahan. Bahwa 'sekedar suka' nggak bisa dijadikan alasan untuk pacaran, apa;agi menikah. Aku butuh mencari penolong yang sepadan, yang bisa mengimbangiku, dan yang terutama yang benar-benar mencintai Tuhan dengan sepenuh hatinya." (halaman 161)

Mau marah gimana sama Dirga ketika dia sudah berkata demikian. Gagal deh. Mau ini dijadikan alasan Dirga tidak memanfaatkan kesempatan untuk menyatakan perasaan dahulu pada Amaya--saat Amaya masih berstatus sendiri waktu itu, ya tidak bisa juga, kan? Kata-kata Dirga diatas juga benar adanya. Gemas sekali nggak sih?! 


 Sekian ya, rangkuman beberapa qoute dari novel fiksi tulisan Stephanie Zen yang berjudul A Week to Forever. Kalian cari quote yang lebih mengena versi keadaan kalian dengan membaca kisah Amaya dan Dirga lebih lanjut ya. Sejauh ini aku masih bisa melihat fisik buku di toko buku Gramedia. Grab it fast! 





Terima kasih sudah mampir ke #blogsocialdiary, dan silakan lanjut menjelajah untuk mendapatkan bacaan yang kalian minati.
Sampai jumpa dipostingan berikutnya! :)



What have posted before

Wednesday, May 24, 2017

Book Review: Badminton Freak (Stephanie Zen)

Haloo!

Sembari aku ngumpulin materi buat ngisi Kepoin Figur Publik #3, aku mau sharing dulu yang satu ini. Sepertinya ini tema baru disini. Jadi aku kan sempat jadi penggiat sebuah klub baca buku di Jogja, gak afdol rasanya sebagai bookworm tapi gak ada postingan tentang review buku (setidaknya ada satu atau dua gitulah ya :D).

Buku yang mau kureview ini merupakan sebuah novel fiksi--aku tertarik karena apa yang ditulis didalamnya. Sebenarnya aku tahu buku ini ada sejak lama (sekitar tahun 2015), pengen beli waktu itu tapi isi dompet lagi banyak bawang merahnya :(, giliran pas mau dibeli, eh stoknya buku udah gak ada ditoko buku kebanyakan. Huhuhu. Alhamdulillah berkat kegigihan tanpa patah arang mencari buku ini, akhirnya aku mendapatkannya. Yeay! Gak pengen menyesal lagi, langsung bungkus aja deh buku itu.





Genre: Teenlit
Judul Buku: Badminton Freak
Penulis: Stephanie Zen
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun: (1) 2010 ; (2) 2016

Cobalah tanya pada Fraya Aloysa Iskandar siapakah cinta pertama dalam hidupnya? Jawabannya gak akan menempatkan Albert, pacarnya sendiri diurutan pertama. Karena Fraya sudah terlanjur jatuh cinta dengan BULUTANGKIS sejak ia kecil karena para tantenya yang menularkan virus itu padanya. Saking cintanya Fraya terhadap bulutangkis, Fraya pernah bercita-cita menjadi pemain bulutangkis profesional yang main diklub kemudian dilirik oleh pelatnas. Siapa sih gak mau yang terakhir itu? Hehehe. Semua itu gagal diwujudkan karena ada kesalahan komunikasi dengan sang mama yang sebelumnya Fraya gak pernah berani secara langsung menanyakan kepada mamanya alasan ia tidak boleh main bulutangkis secara profesional.

Demi menuntaskan hutang mimpinya menjadi atlet bulutangkis nasional yang memiliki kesempatan mengibarkan merah putih dan mendendangkan lagu kebangsaan Indonesia Raya diluar negeri, Fraya akhirnya hanya bisa bergabung dengan ekskul bulutangkis disekolahnya. Sayangnya, pacarnya gak pernah suka Fraya main bulutangkis. Albert lebih suka melihat Fraya dilapangan memegang pompom dipinggir lapangan dan menyemangati ketika Albert tengah bertanding basket. Iya. Cowo basket dan cewe cheerleader tentu akan jadi pasangan yang cocok kan? Begitupun pikiran Albert, namun Fraya merasa menjadi anggota cheerleader bukanlah menjadi dirinya sendiri. Fraya dan Albert gak pernah cocok karena hal ini.

Puncaknya ketika ada gelaran Thomas dan Uber Cup 2008 dan Indonesia terpilih sebagai tuan rumah. BL mana sih, gak niat bener nonton langsung di Istora setiap ada turnamen internasional bergengsi, seperti TUC ini contohnya... Fraya pun. Ia sampai rela-relain bohongin Albert, bilang sakit kek, demi bolos menonton Albert tanding basket dan mlipir ke Istora (orang mah kalau udah cinta, segala cara oke aja ya..). Albert pun akhirnya tahu karena kesalahan Fraya sendiri. Sepandai-pandai menyembunyikan bangkai, akhirnya tercium juga. Yah, itu peribahasa paling tepat buat Fraya. Albert menghukum Fraya tidak boleh lagi nonton langsung di Istora selama gelaran TUC, padahal sudah memasuki babak perempat final Thomas Cup, semifinal Uber Cup, hingga puncaknya final Uber dan Thomas Cup. Coba bayangin gimana Fraya gak sedih? Albert sudah seperti satpam selama beberapa hari dirumah Fraya agar ia tidak melarikan diri diam-diam pergi ke Istora.

Lama-lama Fraya nggak tahan dengan sikap Albert yang dikira sama sekali ngga mendukung kecintaannya. Fraya dan Albert putus. Bukan hanya menjadi masalah bagi Fraya seorang bahkan adiknya yang terlanjur dekat dengan Albert, Lio selalu menanyakan Albert ketika lama gak main kerumah mereka. Anak kecil seperti Lio memang harus dikasih pengertian yang paling sederhana untuk dijelaskan apa itu "putus cinta" hingga akhirnya mungkin Lio mengerti setelah datang pengganti Albert kerumah dan membawakan virus bulutangkis padanya, bahkan Lio langsung ingin terjun dalam dunia bulutangkis. Siapakah orang itu?

Orang itu adalah Edgar Satria, seorang pemain ganda putera andalan Indonesia (sewaktu membacanya, aku langsung membayangkan Edgar Satria seperti Kevin Sanjaya Sukamuljo :D). Perkenalan kedua Edgar dan Fraya lucu banget deh.. waktu itu Fraya salah mengira yang mengirimi SMS padanya adalah orang usil, ternyata itu Edgar. Malu bangetlah Fraya pada saat itu. Itu merupakan saat awal Edgar menunjukkan ketertarikannya pada Fraya yang memiliki pengetahuan bulutangkis diatas rata-rata, sangat berbeda dari gadis-gadis yang pernah ditemui Edgar.

Fraya Aloysa Iskandar, mungkin kamu sudah tidak bisa lagi mewujudkan cita-citamu untuk menjadi atlet bulutangkis , tapi punya pacar atlet bulutangkis bukan ide yang buruk, kan? - Edgar Satria (p: 233) 

Quote diatas membuatku berkhayal ketika Jonatan Christie yang bilang padaku--didepan wajahku. Aw! Heehehe

Biar kutebak, mungkin si penulisnya alias Mba Stephanie Zen seorang Badminton Lover atau salah satu penonton setia setiap pertandingan tim bulutangkis Indonesia. Gaya berceritanya enak dibaca. I'm really really enjoy every words in every pages. Seperti ikut merasakan yang dirasakan Fraya (tapi yang ini aku memang seperti berkaca pada seorang Fraya). Meskipun ketika membaca, aku berasa jadi dedengkot fans bulutangkis karena hampir semua atlet nasional maupun luar negeri yang disebut didalam buku ini aku tahu era mereka. Okelah, karena mereka semua adalah pemain top dunia pada waktu itu.

Pokoknya kalau ngaku BL, baca deh "Badminton Freak" ini, aku berani jamin 1000% bahkan lebih, akan semakin freak sama bulutangkis. Karena penulisnya pinter menggiring imajinasi pembaca kearah kegilaan itu. Pas membaca ini, aku benar-benar bisa jungkir balik dikasur atau sofa sakling menikmatinya. Lebay? Tapi memang begitu :D




By the way, postingan book review ini kutulis bersamaan dengan momen Sudirman Cup 2017 dan sebuah sejarah tercipta pada 24 Mei 2017. Untuk pertama kali sepanjang sejarah perhelatan Sudirman Cup sejak 1989, Tim Indonesia harus menyudahi perlawanan mereka dengan tidak sampai babak perdelapan final grup 1 :(

Tetap semangat para pemain bulutangkis Indonesia. Terima kasih atas perjuangan luar biasa-nya, tim! Anggaplah hanya soal waktu saja yang belum mengizinkan kalian menjemput si piala kembali kerumahnya. Dukungan penuh seluruh pecinta bulutangkis selalu untuk para pahlwan olahraga ini :)

Akhirnya aku tutup postingan ini dengan perasaan masih campur aduk (belum move on). Terima kasih pada kalian yang sudah menyempatkan mampir keblog sederhana ini.

Ganxie nimen! :)



New baked post

32 THINGS YOU SHOULD KNOW ABOUT ME | Alika #blogsocialdiary

  Edited by Canva | @blogsocialdiary  Why it should be 32?  It is because I am turning 32 this year. Welcome To 30's Club! Here they are...